Jumat, 27 November 2009

Hukum Tanpa Keadilan..?? Ironi Sebuah Proses Hukum...

 palembang.tribunnews.com

Judul yang absurd...bukankah TIDAK MUNGKIN mempertentangkan hukum dengan rasa keadilan...? Bukankah hukum dibuat untuk menjamin rasa keadilan itu sendiri...? Bagaimana mungkin kedua hal tersebut bisa BERTENTANGAN satu sama lain...?
Tibalah kita pada sebuah pertanyaan reflektif..."Apakah hukum itu perlu kita langgar jika ia tidak mampu menjamin rasa keadilan....?"

Rasa keadilan manusia bersifat sangat subyektif...adil bagi dirinya...belum tentu adil bagi orang lain...itulah sebabnya dalam sebuah komunitas dibuat sebuah kesepakatan bersama agar sifat subjektif dari rasa keadilan manusia itu dapat dikompromikan sedemikian rupa untuk memenuhi rasa keadilan semua individu di dalam komunitas tersebut.
Hukum, peraturan, norma atau apapun namanya adalah sebuah kesepakatan bersama yang menjamin rasa keadilan sebagai sebuah kebutuhan mendasar setiap individu manusia di dalam sebuah komunitas, selain untuk menjaga keteraturan hidup di dalam komunitas itu sendiri.

Maaf kawan...bukan maksudku untuk mengajarimu tentang hal tersebut diatas..tulisan diatas sengaja kutulis justru untuk mengingatkan diriku sendiri agar "curahan hatiku" ini bukan atas dasar selera subjektif pribadiku sendiri, tetapi berdasarkan pengetahuanku yang sangat terbatas tentang hakikat dan hubungan antara hukum dan rasa keadilan. Mohon dimaafkan...

Aku bukan seorang ahli hukum...aku hanyalah seorang warga negara biasa dari sebuah komunitas yang bernama Republik Indonesia yang merasa bahwa rasa keadilan dalam nurani ini terkoyak-koyak mengikuti,mengamati dan menganalisa kasus hukum yang menimpa kawan Bibit Samad Rianto dan kawan Chandra Hamzah akhir-akhir ini.
Rasa keadilan dalam nuraniku terkoyak ketika kita mulai berdebat apakah kasus ini harus diteruskan ke pengadilan atau dihentikan prosesnya.
Dalam sebuah acara di televisi swasta yang bekerjasama dengan Jakarta Lawyers Club beberapa waktu yang lalu...tidak ada satu pengacarapun yang hadir dalam acara itu yang menghendaki agar kasus ini dihentikan proses hukumnya. Acara tersebut telah secara telanjang dan kasat mata menunjukkan bahwa formalitas hukum adalah bersifat mutlak, dan rasa keadilan itu hanya bisa diperoleh melalui forum pengadilan...itu harga mati kata mereka!!

"Peraturan Untuk Manusia...Bukan Manusia Untuk Peraturan..."

Engkau tahu mengapa acara itu telah mengoyak rasa keadilan dalam nuraniku kawan...? Karena acara tersebut telah secara telanjang dan kasat mata menunjukkan kepada kita bahwa hidup bagi mereka para pengacara itu hanyalah soal hitam dan putih belaka. Bagi mereka pemenuhan rasa keadilan...hanya akan terjadi jika manusia secara mutlak tunduk pada proses formalitas hukum...pasal demi pasal..ayat demi ayat...mungkin itulah Tuhan bagi mereka....

Mereka lupa....bahwa sebagai sebuah kesepakatan bersama...hukum,peraturan,norma atau apapun namanya adalah produk ciptaan manusia dengan segala keterbatasan dan kelemahannya.
Baiklah...kucoba ikuti logika berpikir mereka...biarkan pengadilan yang memutuskan...namun timbul ganjalan...satu hal yang membuat rasionalitas dan nuraniku sulit menerima logika berpikir itu adalah sebuah logika sederhana...layak atau tidak kasus ini dilanjutkan ke pengadilan?

Bukankah secara telanjang kita melihat dan mendengar dengan mata dan telinga kita apa yang terjadi di sidang Mahkamah Konstitusi yang lalu?
Terusikkah nurani kita ketika seorang Anggodo Wijaya masih mampu tersenyum lepas dan bebas seperti "burung-burung diudara"?
Terusikkah nurani kita ketika ada pejabat Polri yang mengklaim institusinya sebagai "buaya" dan bangga dengan hal itu?
Terusikkah nurani ini ketika secara telanjang komisi III DPR yang katanya lembaga terhormat wakil rakyat ikut "mendukung" kepolisian...bahkan sampai membawa ayat-ayat suci sebagai pembenaran atas "dukungan" mereka?
Terusikkah nurani ini ketika kepolisian menggunakan dokumen 15 Agustus sebagai "senjata"berdasarkan pengakuan Ary Muladi untuk menjerat kawan Bibit? Padahal disaat yang sama kawan Bibit sedang berada di Peru? Dan Polisi tidak punya bukti untuk membantahnya?
Terusikkah nurani ini ketika Ary Muladi mengubah-ubah pengakuannya di Berita Acara Pemeriksaan dan akhirnya secara resmi meminta maaf kepada kawan Bibit dan Chandra?
Terusikkah nurani ini ketika rekomendasi Tim Delapan secara terang benderang mengatakan kasus ini dipaksakan? Dan terusikkah nurani ini ketika masih ada manusia di republik ini yang meragukan kredibilitas Tim Delapan?
Mengikuti kasus ini tidak perlu menggunakan rasionalitas yang rumit kawan...cukup engkau jujur dengan hati nuranimu...

Pada titik inilah timbul pertentangan antara hukum dan rasa keadilan masyarakat...substansi yang paling jelas bagiku adalah peraturan dibuat untuk manusia...bukan sebaliknya!!
Maka jika peraturan itu digunakan sebagai alat untuk mencederai nurani dan rasa keadilanmu...lawanlah...!! langgarlah...!! bukan demi siapa-siapa tetapi demi rasa keadilan itu sendiri...sebagai kebutuhan dasar manusiawimu!!

Mereka lupa...bahwa hukum, peraturan, norma atau apapun namanya hanyalah "alat"...bukan "tujuan"..."tujuan" hanya akan tercapai jika "alat" itu digunakan oleh manusia-manusia yang memiliki nurani dan kejujuran..sayang...hanya Mahkamah Konstitusi satu-satunya lembaga hukum yang masih memiliki nurani itu di Republik ini.....

Cari Blog Ini