Jumat, 09 Oktober 2009

Gugatan Terhadap Surat Rasul Paulus

 heweeps.com

Judul diatas diambil dari pengalaman pribadi ketika untuk pertama kalinya aku "terpaksa" mengikuti Pendalaman Iman di minggu ke-4 bulan Kitab Suci dengan tema besarnya "Bagi Bangsa dan Negara" yang baru saja berlalu September yang lalu. Saya menggunakan kata "terpaksa" karena kebetulan di pertemuan terakhir itu, rumah kami mendapat giliran sebagai tuan rumah...jadi jujur...bukan karena kesadaran pribadi untuk berpartisipasi secara aktif.

Saya tidak ingin mensharingkan alasan-alasan mengapa saya jarang sekali berpartisipasi aktif dalam setiap rutinitas tahunan umat Katolik di setiap Bulan September tersebut...yang ingin saya sharingkan adalah pengalaman..atau mungkin lebih tepatnya pergulatan pribadi di dalam memaknai tulisan dari Santo Paulus dalam bacaan yang menjadi dasar refleksi pada pertemuan itu.
Bacaan diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma Bab 13 ayat 1 - 7. Ayat 1 dan 2 berbunyi sebagai berikut :
1)"Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang diatasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah."
2) "Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya."

Ketika kami diberi kesempatan oleh pembawa renungan untuk merefleksikan bacaan tersebut, yang pertama timbul dalam hati nurani dan rasionalitas saya bukanlah sebuah permenungan akan ayat-ayat suci...melainkan sebuah...gugatan..ya gugatan kepada Rasul Paulus. Andaikan saya hidup di jaman Rasul Paulus dan membaca langsung suratnya...yang ada dalam otak saya hanya satu...yaitu mencari tahu dan bertanya langsung kepadanya...apa sesungguhnya yang dia maksud dalam tulisan itu..?

Sejarah dunia mencatat bahwa ada banyak luka dan penderitaan dari setiap pemerintahan yang tidak pernah berpihak kepada rakyat, bahkan sejarah mencatat bagaimana kejamnya pemerintahan di negara-negara dunia ketiga yang sangat otoriter, haus akan kekuasaan sampai tanpa perasaan berdosa membunuh rakyatnya demi kekuasaan itu sendiri. Sejarah mencatat juga bagaimana kejamnya rezim Polpot, rezim Saddam Husein, rezim rasis Nazi Adolf Hitler,rezim fasis Benito Musolini, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Yang menjadi dasar gugatan saya adalah penggunaan kata "Pemerintah" oleh Rasul Paulus yang memiliki arti tunggal dan bersifat umum, Santo Paulus tidak membedakan pemerintah seperti apa yang berasal dari Allah, ia dengan sangat jelas hanya menggunakan satu kata saja yaitu "Pemerintah".
Menjadi menarik bagi saya jika mengetahui latar belakang kehidupan rakyat Roma pada waktu Rasul Paulus menulis surat itu, apakah kaisar Roma pada waktu itu adalah pemerintah yang bijak ? atau sebaliknya justru pemerintah yang menindas rakyatnya?

Saya menyadari sepenuhnya bahwa tafsir terhadap ayat-ayat dalam Kitab Suci di Agama apapun pasti bersifat multitafsir, karena manusia dengan segala keterbatasannya selalu berusaha untuk mencari makna dari ayat-ayat tersebut yang dapat digunakan sebagai pegangan hidupnya dalam menjalani perjuangan hidup sehari-hari. Proses menterjemahkan suatu ayat dalam hidup sehari-hari bukanlah sesuatu yang mudah...karena yang terutama dibutuhkan adalah bimbingan Roh Kudus selain daripada rasionalitas manusia yang terbatas.

Tahap awal permenungan saya malam itu adalah sebuah gugatan terhadap Rasul Paulus yang menurut saya tampak sebagai seseorang yang sedang melakukan proses pemandulan terhadap daya kritis kita sebagai rakyat terhadap pemerintah.
Terlepas dari baik buruknya sebuah pemerintahan, saya meyakini bahwa daya kritis kita untuk mengkritik pemerintah bahkan jika perlu melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang tidak berpihak kepada rakyat adalah sebuah keniscayaan.
Idiom yang mengatakan "Vox Populi Vox Dei..Suara Rakyat adalah Suara Allah" memilik makna terdalam bahwa rakyat pada hakikatnya adalah pemegang kekuasaan tertinggi...dimana pemerintahan yang dipercayakan oleh rakyat melalui proses Pemilu justru memiliki makna sebagai "Abdi Rakyat". Jika pemerintah secara sadar mengkhianati makna tersebut...apakah masih pantas Rasul Paulus meminta kita untuk tetap taat dan tidak melakukan perlawanan?

Tahap kedua permenungan saya adalah kekaguman saya akan fakta sejarah bahwa Paulus adalah satu-satunya pengikut Kristus yang diberi gelar "Rasul" oleh Gereja Perdana. Seperti kita ketahui, gelar tersebut hanya diberikan kepada murid-murid Yesus yang mengikuti-Nya semasa Ia hidup. Satu hal yang pasti, Gereja Perdana pasti memiliki dasar yang sangat kuat dalam memberikan gelar tersebut kepada Paulus, apapun alasannya saya mendukung keputusan Gereja tanpa ragu sedikitpun, karena jujur....secara pribadi saya sangat mengaggumi tulisan-tulisan Paulus yang sangat menggugah, menyemangati dan selalu memberi inspirasi.

Membaca beberapa tulisannya terasa sekali karakternya sebagai seorang mantan perwira Kekaisaran Romawi yaitu karakter pengabdian akan tugas yang dilandasi semangat totalitas tiada tara....bahkan tanpa kompromi dalam penghayatan iman sebagai pengikut Kristus.
Totalitas iman Paulus tergambar jelas dalam salah satu suratnya yang berbunyi : "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan".... atau dalam salah satu surat lain yang berbunyi : "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.".......

Tahap ketiga permenunganku adalah sebuah titik refleksi untuk melihat "Wajah Allah" dalam ketaatan kita terhadap pemerintah...terlepas dari baik buruknya pemerintahan tersebut. Pada titik ini yang menjadi pusat perhatian saya adalah pada pemaknaan akan relasi antara manusia yang satu dengan yang lain, relasi antara rakyat dengan abdi rakyat. Karena makna akan ketaatan rakyat terhadap pemerintah tidak bisa dilepaskan juga dari pemaknaan ketaatan pemerintah sebagai abdi rakyat terhadap rakyatnya.
Walaupun Paulus hanya menekankan ketaatan dari pihak rakyat, jelas sekali surat itu mengandung pesan yang jelas bagi para pemimpin...bahwa mereka adalah "perpanjangan tangan" Allah, dan karena itu beban moril mereka jauh lebih berat daripada rakyat, karena mereka dituntut untuk menghadirkan "Wajah Allah" selama mereka memerintah.

Jika "Wajah Allah" yang mereka tampilkan adalah penderitaan dan penindasan terhadap rakyat, maka makna akan ketaatan rakyat terhadap pemerintahan seperti itu memiliki makna spiritualitas yang lebih mendalam yaitu ketaatan untuk berani menerima, menjalani dan memikul segala penderitaan tersebut seperti halnya Kristus tetap taat menjalani penderitaan-Nya sampai wafat di kayu salib. Atau, bahkan jika kita sebagai rakyat memutuskan untuk melakukan perlawanan baik dengan cara kekerasan ataupun secara damai dengan segala resikonya, makna ketaatan kita sebagai rakyat tidaklah berkurang selama perlawanan tersebut didasari oleh suatu spiritualitas untuk menghadirkan "Wajah Allah" yang sesungguhnya yaitu "wajah" yang berpihak terhadap mereka yang lemah dan menderita seperti halnya Kristus melakukan perlawanan melalui kritik sosial maupun kritik teologis terhadap kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Yahudi pada waktu itu.
Keberpihakan-Nya terhadap rakyat yang berdosa, lemah dan menderita menjadi dasar perjuangan-Nya, menunjukkan kepada kita bahwa Allah hadir dan berpihak kepada mereka.

Pada akhirnya...pertanyaan reflektif bagi kita sebagai rakyat adalah :"Mampukah kita tetap bisa melihat "Wajah Allah" dalam pemerintahan yang otoriter, menindas dan membuat rakyatnya menderita?"
Jelas sekali, Rasul Paulus dengan suratnya melakukan suatu kritik sosial maupun teologis akan peran kita sebagai rakyat dan pemerintah sebagai abdi rakyat. Peran sebagai rakyat dan pemerintah memang tidak terbantahkan adalah ketetapan dari Allah sendiri, status sosial sebagai pemimpin walaupun sebagai hasil dari usaha perjuangan manusiawi tidak terlepaskan dari peran Allah sebagai "Sang Sutradara".

Dan satu hal yang pasti...jika rakyat dituntut untuk setia kepada pemerintah...dengan sendirinya pemerintah juga dituntut untuk setia kepada Allah karena merekalah perpanjangan "tangan" Allah...dan sebagai abdi rakyat...sudah layak dan sepantasnyalah setiap pemerintahan dimanapun di dunia ini melihat Allah hadir dalam setiap wajah rakyat yang dipimpinnya...khususnya mereka yang lemah dan menderita.

Cari Blog Ini